• MEMILIH ISTRI

    Melihat ibunya tampak girang, Ahmad duduk didekatnya dn berkata, “Bu, aku punya gagasan yang tentunya sangat menyenangkan ibu.”
    Ibunya menjawab dengan semangat, “putraku, semua yang kamu berikan membuat ibu bahagia. Apa yang ada dalam benakmu?”.
    “Ibu tahu kan,” Ahmad berujar, “Aku telah menyelesaikanstudi dan sudah sanggup untuk mulai berkeluarga. Aku telah memutuskan untuk menikah”.
    Wajah ibunya menjadi cerah disertai senyuman. “Ini berita yang sangat baik! Ibu telah lama menantikan hari itu. Betapa sering ibu berharap kau menikahi salah satu seorang sepupumu. Alhamdullilah, kau telah membuat keputusan ini sebelum terlampau terlambat!”
    Ahmad menatap heran sambil berkata, “sebelum terlampau terlambat? Apa maksud ibu?”
    “ Sepupumu Maryam, sekarang sudah cukup umur untuk menikah, setiap hari ada orang yang bertandang kerumahnya, memintanya.”
    Ahmad duduk terdiam sejenak kemudian terucap dari mulutnya, “kenapa kita mesti risau dengan para peminangnya?”
    “Apa maksudmu, Ahmad?” Tanya ibunya dengan nada sedikit bingung.
    “Maryam tidak cocok denganku.”
    “Kenapa tidak? Tidak anakku, kau keliru. Ibu akan pergi dan menyampaikan pinanganmu besok.”
    Ahmad mengerutkan dahi danberujar,”Tidak ibu. Tolong jangan lakukan itu. Aku tidak akan menyetujuinya.”
    “Kalau dia menjadi tunanganmu, kau akan merasakan cinta kepadanya. Hilangkan rasa cemasmu. Maryam itu cantik, dan dia mempunyai pekerjaan yang baik.”
    Ahmad tidak setuju, “ Tidak. Masalah ini hanya menyangkut diriku.”
    Ibu Ahmad kemudian berpikir sejenak, lalu berkata, “Jika kau tidak suka dengan Maryam, maka ada putrid pamanmu. Dia sama cantiknya dengan Maryam, dan dia telah mewarisi sejumlah harta dari pamanmu itu.”
    “Ibu tolong pikirkan masalah ni dari sudut andang aku. Aku membutuhkan seseorang untukberbagi dalam hidupku kelak, bukan hanya semata-mata rekan bisnis.”
    Ibu Ahmad mendengar perkataan anaknya ia menjadi naik pitam, dengan nada yang cukup tajam lalu ia berkata, “ Apa salahnya dengan kemenakan ibu? Mengapa kamu tidak mau apakah ia kurang baik untuk menjadi istrimu?”

    Dengan nada yang santun Ahmad menjawab, “Dia bukan seorang muslimah yang taat. Aku ingin seorang istri Muslimah yang taat.”
    Dengan sinisnya ibu Ahmad tertawa sambil berkata, “ Kau berbicara seolah-olah kau ini malaikatyang hanya dapat mengawini malaikat yang lain. Hentikanlah omong kosong itu Ahmad putraku. Kau pemuda yang berpendidikan, buanglah ide-ide yang mustahilmu itu.”
    “Aku bukan malaikat, dan aku juga tidak mencari seorang wanita suci untuk diperistri. Aku seorang muslim yang mencari seorang gadis yang juga percaya pada islam,” Jawab Ahmad.
    Ibu Ahmad berkata, “Ibu tidak tahu ada perempuan yang mempunya prinsip yang sama denganmu.”
    Lalu Ahmad menyahut, “Aku mengenal seseorang yang yang sesuai dengan harapanku.”
    Ibu Ahmad terkejut denan pengakuan anaknya, lalu ia bertanya, “Ka mengenal seseoarang? Siapa dia? Sejak kapan kau bergaul dengan anak perempuan?”
    Kemudian Ahmad menjawab dengan cepat, “ Maksudku bukan mengenal gadis secara pribadi, melainkan aku mengetahuinya.”
    “Oh begitu,” Kata ibunya. “Kau sudah memilih calon sendiri rupanya. Siapakah gadis yang beruntung itu?”
    “Bu tolong pahami aku. Aku berharap ibu akan mendukung aku dan membujuk ayah untuk menyetujui pilihanku.”
    Permohonan Ahmad membuat ibunya tertegun sejenak dan serta-merta melembutkan hatinya, dan dia berkata,”Ibu berjanji bahwa ibu hanya berpikir untuk kebaikan kamu saja. Ibu akan membantu kamu. Katakanlah wahai anakku, bagaimanakah gadis itu.”
    Ahmad kemudian menjelaskan, “Tidak ada yang istimewa selain aspek agamanya. Dia hanya seorang wanita muslimah yang menggunakan hijab yang sempurna.”
    “Oh, kalau begitu dia tidak berpendidikan!”
    “Tidak… dia berpendidikan, dan pengetahuan agamanya luas.”
    “Keluarganya bagaimana? Apakah ibu mengenalnya. Mengenal keluarganya?”
    “Dia berasal dari keluarga baik-baik yang bisa dikenali dari kesalehan mereka.” Kata Ahmad. “Apa gunanya keluarga yang terkenal jika seorang gadis tidak mempunyai akhlak islami?”
    Ahmad memohon dalam hati kepada Allah supaya memberinya kesabaran untuk mengatasi perdebatan dengan ibunya. “Perkawinan yang bahagia tidak tergantung pada kemashuran atau kekayaan. Kebahagiaan berasal dari kedekatan bathin dan saling memahami.”
    Kemudian dengan nada yang berbeda ibunya bertanya,”Apa pekerjaan ayahnya?”
    “Dia hanya berjualan sembako bu.” Jawab Ahmad.
    “Penjual sembako?!” seru ibunya.
    “Ya dia penjual sembako dan orang yang sangat shaleh. Dia adalah kepala keluarga yang sangat bahagia dan shaleh…”
    Ibu Ahmad memotong omongan anaknya, “Kau adalah anak seorang dari keluarga yang kaya-raya. Dengan gelar kesarjanaanmu kau ingin menikahi seorang anak penjual sembako?, memalukan! Dan kau meminta ibu untuk membantumu!”
    “Bila aku memilih seorang putrid penjual permata bagaimana perasaan Ibu?”
    Ibunya menjawab , “ Ada perbedaan besar antara penjual permata dan penjual sembako.”
    “Perbedaan satu-satunya adalah masalah benda. Yang pertama menjual perhiasan dan yang kedua menjual bahan bahan makanan.”.” Keduanya bekerja untuk memperoleh uang kan??” jawab Ahmad.
    Ibunya mengeluh, “Bayangkanla reaksi ayah kamu bila mendengar kabar ini!”
    Ahmad menjawab, “Ini adalah keinginanku. Ibu mau membantuku atau aku harus melakukannya sendiri…”
    Pagi berikutnya, Ahmad mengutarakan niatnya kepada ayahnya. Ayahnya mendengar hal tersebut ia marah besar, tetapi Ahmad tetap bersikukuh dengan untuk menikahi gadis pilihannya. Akhirnya dengan perdebatan yang cukup sengit ayahnya menyetujui, lalu Ahmad meminta ibunya untuk mengunjungi rumah gadis untuk melakukan pinangan.
    Sore harinya, Ibu Ahmad, disertai kakak perempuannya, pergi kerumah si gadis. Dalam perjalanan, Kakak peremmpuan Ahmad bertanya siapa nama gadis itu. Ibunya menjawab “Ibu upa menanyakan kepadanya!” Ketika mereka mengetuk pintu rumah keluarga itu, mereka terkejut melihat seorang gadis muda nan cantik membukanya. Gadis itupun terkejut melihat dua perempuan yang tidak dikenalnya, tetapi dia mempersilahkan mereka masuk ke ruang tamu dan memberitahukan ibunya bahwa mereka kedatangan tamu. Ibunya mnyambut mereka.
    Setelah saling bersalaman, Ibu Ahmad bertanya siapa nama gadis muda yang membukakan pintu. “Itu adalah putri saya, Fathimah,” jawabnya.
    “Apakah anda mempunyai purti yang lain?” Tanya ibu Ahmad.
    “Tidak dia adalah putrid saya satu-satunya,” jawab ibunya.
    Ibu Ahmad dan kakanya senang mengetahui bahwa gadis cantik itu adalah Fathimah. Saat itulah Fathimah masuk dengan membawa minuman untuk mereka. Dia duduk disebelah kakak Ahmad dan mereka kemudian memperbincangkan banyak hal. Lalu dia mengumpulkan cangkir minuman yang sudah kosong lalu meninggalkan ruangan.
    Ibu Ahmad memulai perbincangan yang lebih serius, “Kami datang kesini dengan tujuan yang mulia. Kami datang untuk meminang putrimu Fathimah untuk putraku Ahmad.” Dia memuji kecerdasan, ketampanan, dan kekayaan putranya, namun dia lupa menyebutkan keyakinan akan islamnya yang kukuh, yang sanygat penting bagi ibu Fathimah. Karena itu, ibu Ahmad terkejut ketika ibu Fatimah menggelengkan kepala perlahan dan berkata, “ Maaf sekali. Saya sulit sekali untuk menyetujui pinangan ini. Mustahi.”
    Dengan sangat terkejut, Ibu Ahmad bertanya, “mengapa?”
    “Putri saya masih muda. Saya yakin sekali anda pasti dapat mencarikan seorang gadis yang sesuai dengan putra anda.”
    Ibu Ahmad protes, ”Tetapi Fathimah sangat sesuai dengannya! Sudikah kiranya anda menjelaskan alasan penolakan anda.”
    “Saya hanya mempunyai seorang putrid, dan saya harus yakin dengan kehidupan perkawinannya di masa mendatang.”
    “Namun Ahmad secara financial sudah mapan,” ujar ibunya, “Dia adalah seorang insinyur!”
    Ibu Fathimah menjawab, “Fathimah tidak akan menikah dengan seseorang lantaran ia kaya atau mempunyai gelar sarjana.”
    Ibu Ahmad merasa kebingungan mencari kata-kata. “Lalu, apa yang akan menjamin persetujuan putrid anda?”
    “Ketika seorang ibu mencarikan istri untuk putranya, dia harus menjelaskan prilaku putranya, “ujar ibu Fathimah. “Putriku adalah seorang Muslimah yang taat. Dia menginginkan seorang suami muslim yang taat. Dan ingatlah, putriku mengenakan hijab dan mungkin putra anda menginginkan seorang putrid yang moden, yang berpakaian seperti ibu dan kakaknya.”
    Ibu Ahmad tertawa lega dan mengatakan kepadanya. “Anda benar. Saya belum menjelaskan akhlaknya. Saya piker aspek-aspek lain lebih penting. Putraku adalah seorang muslim yang taat. Dia mencari istri yang mengenakan hijab.”
    Ibu Fathimah pun tersenyum dan berkata, “Anda seharusnya mengatakan dari tadi! Tolong beri alamat anda, agar kami dapat mengunjungi anda dan mengetahui lebih jauh tentang putra anda.”
    “Kami harap anda bisa datang minggu depan,” Ujar ibu Ahmad.
    Ahmad dengan cemas menanti kepulangan ibunya. Begitu ibu dan kakanya tiba di rumah, Ahmad kemudian bertanya, “Bagaimana kunjungan tadi bu?”
    “Aneh sekali tadi,” jawabnya.
    “Apanya yang aneh?” Tanya Ahmad. “Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi?”
    “Oh tidk, Ahmad. Tetapi ibu tidak akan pernah mengira sampai seperti itu.” Jawabnya.
    “Mereka menolak?” Tanya Ayah Ahmad, “Bagaimana mungkin putrid seorang penjual sembako menolak seorang pemuda dari orang yang kaya raya?”
    Ibu Ahmad menoleh ke suaminya dan berkata, “ mereka memanga menolak….”
    “Apa! Mereka menolak?’ Tanya ayahnya.
    “Aku terangkan yang baik-baik tentang Ahmad, tetapi aku lupa menerangkan akhlaknya. Penampilankupun menyebabkannya menolak pinanganku sebab putrinya adalah seorang muslimah yang taat. Ketika aku menyadari keberatannya, kuceitakan bahwa Ahmad adalah seorang muslim yang taat juga. Aku jadi sangat menghormati mereka. Mereka tidak peduli dengan status, kekayaan, dan latar belakang pendidikan.”
    “Apakah kau telah melihat gadis itu?” Tanya Ayah Ahmad.
    “Ya dia sangat cantik dan sopan. Ahmad adalah laki-laki yang beruntung telah memilih gadis seperti itu.”
    Minggu berikutnya, keluarga Fathimah berkunjung kerumah Ahmad dan rencana perkawinanpun disusun. Mereka segera menikah dan hidup Bahagia….(END)

0 comments: