• Puisi 3

    Belenggu itu

    Sesekali aku tersadar oleh bisikan nurani
    Bahwa hamparan lautan takkan mampu ku bendung
    Terpatri dalam buayan angan-angan yang berlalu
    Menampar keras dalam balutan kearifan

    Separuh kehidupan dalam himpitan kenyataan
    Ternyata begitu menyesakkan dada
    Derasnya kemunafikkan dalam diri menyiksa dan memaksa keingkaran
    Terbelenggu itulah aku

    Ohhh... nestapa yang tak kunjung sirna
    Akankah rangkulanmu terus menerus mengebiri aku
    Dan mengkerdilkan setiap langkah yang ku ayun
    Lalu berlari tanpa cinta







    Menanti Nirwana


    Aku disini menanti nirwana
    Dimana keindahan itu kuraih
    Setiap saat ku dapat menatap pelangi
    Dengan ditemani ribuan bidadari

    Tak ada kebohongan, dendam, dan kepalsuan
    Dimana kudapati kesenangan abadi yang tak pernah berlalu dan hilang
    Terik mentari tak ada lagi
    Kesombongan sirna sudah

    Kemanakah kucari kesejukan itu
    Kedamaian yang kuimpi-impikan
    Dan surga itupun kurasa semakin menjauh
    Tanpa pernah menoleh ke arah ku

    Yang tersisa hanya kemarau
    Tanpa ada setetespun embun
    Dahaga pun mengering
    Dan aku tetap menanti nirwana



    Pagi yang gelap

    Pagi itu tak sedikitpun cahaya
    Gelap gulita pengap dan menyesakkan
    Ia menghimpit asa menenggelamkan cita
    Tanpa nurani tanpa keniscayaan

    Bakarkan amarah yang tlah menjadi bara
    Semua disekellingku hanya mencibir
    Membandingkan dunia dengan nirwana
    Padahal bumi dan langit tak pernah bersatu

    Masih dalam gelap yang menyesakkan
    Aku tak jua terbangun dari mimpi-mimpi pahit
    Tersiksa dalam deraan batin
    adakah ini dapat kupungkiri

    lalu aku masih dalam gelap yang menyesakkan
    Melumpuhkan akal sehat yang tercuri keraguan
    Padahal tadi malam tak sedikitpun keindahan
    Dan sungguh aku harus lari....

0 comments: