Di pelataran jalan saksi
Termenung aku menatap daun yang berguguran
Berebut jatuh ke tanah di hempas angin nestapa
Berserakan saling terinjak menahan sesak
Langkah gontai yag terayun
seakan bergeming tiada arah
Trcerabutnya naluri tanpa pernah kembali
Meringgis menggigil kemudian mati
Arak-arakan awan laksana mata elang mengincar anak ayam
Riak air yang berbui di lautan tak sanggup basahi sahara di dada
kemudian berpaling menuju ilalang dan tersesat dalam labirin kehidupan
KEMBALI
Aku alpa dalam setiap desahan
Aku lupa dalam setiap tarikan nafas
Aku tak pernah ingat disetiap denyut nadi
Lalu ketika aku kembali desahan itu tak berarti
ketika aku teringat terikan nafas tiada bermakna
Dan denyutan nadi pun terasa kosong
Masihkah ada kasih yang menyeruak
Masihkah ada cinta yang bergema
Dan masihkah ada pelataran rindu
Padahal purnama masih bersinar
Bintang gemintangpun masih setia berkelip
Hanya dengan asma-NYA keteduhan itu hinggap
RAPUH
Hanya ketika dipersimpangan kita bertanya
Berharap tak tersesat dikeheningan
Manusia hanya berjalan dan sesekali terjatuh
Kemudian jiwa yang bangkit meraba sukma
Bagai kelopak bunga yang berjatuhan
Mengering layu kemudian hilang tersapu angin
Ibarat debu diantara pasir
Lalu hanyut terbawa air
Kesombongan hanya raja sesaat
Menumbangkan kemahasucian janji illahi
Satu kata diatas kata ingkar
Membenamkan kasih yang tak berujung
Insan hanya sebuah ranting
Mudah patah tumbang lalu menghilang
Hanya titik air mata dalam doa
Jauhkan rapuhnya setiap gelombang menuju nirwana
SANUBARI YANG TERPATRI
SEKUMPULAN PERI PUTIH BERSAYAP TERBANG DIATAS KEPALAKU
BERPUTAR-PUTAR BERBENTUK LINGKARAN
MEMBAWA TONGKAT KECIL SAMBIL KOMAT-KAMIT
KEMUDIAN MEREKA BERKATA HADIRLAH CINTA MUSNAHKAN PETAKA
RINDU YANG KUPUPUK DALAM SANUBARI YANG TERPATRI
AKANKAH MENGGELAYUTI LALU MEMAKAN SERPIHAN JANJI
TEROMPET KEDIGJAYAAN YG KUTIUPKAN HINGGA MENHILANG HINGGA UFUK BARAT
MENCIRKAN KUTUKAN DEMI KUTUKAN
CERMIN
Bahkan kamu tak mapu menatapku
Engkau hanya mengekor aku bergerak kekanan engkau kekiri, aku kekiri kau kekanan
Aku berkedip engkaupun demikian
Aku tertawa kaupun begitu namun tak bersuara
Sendainya bibirmu mampu bergerak sendiri
Seandainya matamu dapat berkata kepadaku
Lalu hilangkan segala kegalauan
Lalu musnahkan segala kegundahan
Maka kan kucium engkau
Ku anggap kau sahabat
Namun kau cuma aku
Yang terbias cahaya terpantul seolah diriku
engkau bisa pecah hancur tak bersisa
Dan hadirkan kembali gundah dan resah
Cipt. Cahya 2008
0 comments:
Posting Komentar